Nama :
SAMALAN NASUTION
Nim : 71153023
Fakultas :
SAINTEK
Jurusan :
ILKOM-1
Semester : III
Perguruan
Tinggi : Universitas Islam Negri
Sumatera Utara
Dosen : DR.JA’FAR, MA
Mata
Kuliah : Akhlak Tasawuf
RESUME
EPISTEMOLOGI TASAWUF
Identitas
buku
Judul
buku : GERBANG TASAWUF
Pengarang : DR.JA’FAR, MA
Tahun
terbit : SEPTEMBER 2016
EPISTEMOLOGI
TASAWUF
A. PERAN
HATI DALAM TASAWUF
Istilah hati disebut berulang kali dalam alquran dan
hadis, yang biasanya disebut dengan kata qalb,
al-fu’ad, atau af’idah. Hati disebut dalam al-qur’an dalam berbagai bentuk, antara
lain, kata qalbun disebut sebanyak 6
kali, kata qulub disebut sebanyak 21
kali, kata al-fu’ad disebut sebanyak
3 kali, kata fu’aduka disebut sebanyak 2 kali, kata af’idah disebut sebanyak 8 kali, dan kata af’idatuhum disebut sebanyak 3 kali. Selain itu dikenal istilah bashirah, yang berarti hati nurani,
disebut dalam al-quran sebanyak 2 kali.
Dalam tradisi islam, hati (qalb) merupakan subsistem jiwa manusia. Disebutkan bahwa dari segi
fungsi, menurut Achmad Mubarok, qalb
berfungsi sebagai “alat untuk memahami realitas dan nilai – nilai serta
memutuskan suatu tindakan (Q.S al – A’raf/7:179).” Sehingga qalb menjadi
identik dengan akal. Disebut bahwa ada beberapa potensi hati :
1. Hati
itu bisa berpaling.
2. Merasa
kecewa dan kesal.
3. Secara
sengaja memutuskan untuk melakukan sesuatu.
4. Berprasangka.
5. Menolak
sesuatu.
6. Mengingkari.
7. Dapat
diuji.
8. Dapat
ditundukkan
9. Dapat
diperluas dan dipersempit, bahkan bisa ditutup rapat
Mayoritas sufi menilai bahwa akal
manusia tidak mampu mencapai hakikat Alllahswt, dan alquran menjelaskan bahwa
kelemahan akal bisa ditutupi oleh hati yang damai. Jadi hati yang damai (bi qalm salim ) mampu daang dan menghadap
kepada Allah swt. Dalam
Al-Ghazali menjelaskan bahwa hati (qalb) bermakna ganda. Pertama, hati
adalah “daging yang diletakkan dalam dada sebelah kiri”. Dalam daging tersebut
terdapat lubang, dan dalam lubang tersebut terdapat darah berwarna hitam yang
menjadi sumber ruh. Hati ini merupakan hakikat manusia. “Al-Ghazali memaknai
qalb seperti ‘aql, yakni “yang mengetahui ilmu yaitu hati yang halus, dan ilmu
tentang hakikat – hakikat perkara. Akal adalah sifat ilmu dan terletak di
hati”. Dan qalb berkaitan dengan ruh, yakni “tubuh yang halus dan sumbernya
adalh lubang hati jasmani, lalu tersebar dengan perantara urat-urat yang
merusak ke bagian jasad lain,” dan yang halus dari manusia tempat mengerti dan
mengetahui.”. jadi qalb terdiri atas dua bentuk, yakni hati yang bersifat
jasmani dan hati yang bersifat ruhani.
Menurut Al-Ghazali, hati dapat meraih
ilmu yang mengenai banyak hal manakala ia memiliki sifat-sifat Rabbaniyah dan
hikmah. Hati akan menjadi suci ketika dihiasi oleh sifat- sifat Ilaihiah,
cahaya iman ( sebagai dampak dari zikir dan ibadah), dan hikmah, sehingga hati
akan menjadi cermin yang bercahaya cemerlang, dan akhirnya hati akan meraih
kasyf yang membuatnya dapat memperoleh kebenaran, bertemu Allah swt, dan mampu
menyingkap hakikat agama.
Menurut Al-Ghazali, ada lima penyebab
hati gagal meraih ilmu, yakni kekurangan hati (yakni hati anak kecil), hati
menjadi kotor akibat mengikuti hawa nafsu sehingga selalu berbuat maksiat dan
perbuatan keji, hati dipalingkan dari kebenaran karena tidak mau mencari
kebenaran dan mengarahkan pikiran kepada hakikat Ilahiah, terhijab karena
banyak taklid dan tunduk kepada prasangkameskipun telah mampu mengekang hawa
nafsu atau menfokuskan diri kepada kebenaran dan kebodohan dalam mengetahui
arah kebenaran akibat penyelewengan ilmu dan tidak mengetahui manfaat pencarian
ilmu. Dapat disimpulkan bahwa hati harus dihiasi oleh ibadah, dan dijauhi dari
jebakan hawa nafsu, agar hati mampu meraih ilmu, menyaksikan dunia spiritual,
dan menyingkaprahasia agama.
Para sufi cenderung kepada ilmu
ilhamiyah (tanpa belajar), bukan ilmu ta’limiyah (lewat belajar), sehingga
mereka tidak mempelajari ilmu dari buku dan pendapat para ahli, tetapi meraih
ilmu dengan jalan mujadahah, menghapus sifat-sifat tercela, memutus hubungan
dunia(zuhud), dan menghadapkan diri kepada Allah swt. Sehingga hati mereka
disinari oleh cahaya ilmu-Nya.
B. METODE
TAKZIYAH AL-NAFS.
Kaum sufi meyakini bahwa akal manusia masih memiliki
kelemahan , meskipun relatif sukses memberikan gambaran rasional terhadap dunia
spiritual .
Keabsahan
takziyah al-nafs (metode irfani) diakui oleh kitab suci umat islam. Alquran
misalnya menegaskan bahwa para nabi dan rasul diutus untuk menyucikan jiwa
manusia (Q.S Ali imran/3:164)
Adapun keutamaan takziyah al-nafs menurut alquran
bahwa pelakunya disebut sebagai orang-orang beruntung (Q.S Al-syam/91:9; dan
Q.Sal-A’la/87/14) dan orang –orang tersebut diberi pahala serta keabadian
surgawi (Q.S Thaha/20:6). Dengan demikian metode irfani merupakan metode yang
dikembangkan dari isyarat-isyarat wahyu, metode para nabi dan rasul, dan
memberikan keberuntungan dunia dan akhirat kepada penggunanya.
Al-Ghazali mengadakan kalwah selama 10 tahun untuk
mempraktekkan semua metode kaum sufi, bahkan meninggalkan tahta, keluarga,dan
harta yang dimiliki. Dapat disimpulkan bahwa metode takziyah al-nafs dapat menjadi jalan lain
bagi ilmuwan muslim untuk memperoleh ilmu (ma’rifah).
Mahzab
tasawuf menurut Al-Ghazali dapat diwujudkan secara sempurna hanya melalui ilmu
(‘ilm) dan amal (‘amal). Karya karya para sufi menegaskan bahwa manusia terdiri
dari badan dan jiwa (qalb).
Ibn
al- qayyim al-Jauziyah (w.1350) menyebut ilmu yang diraih oleh kaum sufi
sebagai ‘ilm laduniyun, yakni ilmu yang diisyaratkan kepada ilmu yang diperoleh
seorang hamba tanpa menggunakan sarana, tetapi berdasarkan ilham dari Allah dan
diperkenanlkan Allah kepada hamba-Nya. Ilmu laduni merupakan buah dari ibadah,
serta kepatuhan kepada Rasul-Nya. Ilmu laduni terdiri atas 2 macam yaitu dari
sisi Alla swt. Dan dari sisi setan.
Kesimpulan
:
Dari
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa hati harus dihiasi oleh ibadah dan
harus dihindari dari godaan hawa nafsu agar hati dapat meraih ilmu dan
menyingkap rahasia agama.
Buku pembanding:
Identitas Buku
Judul
: TASAWUF
Penulis : Dr. H. Syamsun Ni’am, M. Ag
Penerbit : AR-RUZZ MEDIA
A.
Kajian Tasawuf
Hati
di dalam bahasa Arab disebut al-qalb. Menurut ahli biologis qalbu adalah
segumpal darah yang terletak di dalam rongga dada, agak ke sebelah kiri,
warnanya agak kecoklatan dan berbentuk segi tiga. Tetapi yang dimaksudkan
disini bukanlah hati yang terbentuk dari segumpal darah yang bersifat materi
itu, namun yang dimaksudkan hati di sini adalah yang bersifat immateri. Hati
yang berbentuk materi menjadi objek kajian biologi. Sementara hati yang
immateri menjadi objek kajian tasawuf. Al-Ghazali menjelaskan hati immateri ini
dalam kitab ihya’ Ulum ad-Din. Menurut Al-Ghazali, hati adalah karunia Allah
Swt. Yang halus dan indah, bersifat immateri, yang ada hubungannya dengan hati
materi. Yang halus dan indah inilah yang menjadi hakikat kemanusiaan dan yang
mengenal dan mengetahui segala sesuatu. Hati ini juga yang menjadi sasaran
cela, sasaran hukuman dan tuntutan (taklif) Tuhan. Ia mempunyai hubungan dengan
hati bagaikan gaya dengan jisim, dan hubungan sifat dengan tempat lekatnya,
atau seperti hubungan pemakai alat dengan alatnya, atau bagaikan benda dengan
ruang (Syamsun 2014:75).
Masing-masing dari objek dan
sasaran tasawuf, saling mengingat ruh, jiwa, hati dan akal adalah langsung
datang dari Tuhan, maka cara penyuciannya harus dengan banyak mendekatkan diri
kepada Tuhan, maka cara penyuciannya harus dengan banyak mendekatkan diri
kepada Tuhan dengan cara banyak melakukan amal shaleh, beribadah kepada-Nya, ber-dzikir,
ber-tasbih, ber-tahlil, dan sebagainya;
tentunya harus dengan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh Al-Quran dan Al-Sunnah. Di samping juga harus senantiasa
mengosongkan diri dari sifat, sikap, perkataan, dan perilakunya dari hal-hal
yang kotor dan merusak hal-hal tersebut (at-takhalli ‘an as-sayyiat), dengan
menghiasi diri dengan sifat, sikap dan perbuatan yang terpuji (at-tahalli min
al-ilahiyyat).
Tasawuf juga upaya mendekatkan diri
sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati
bahkan ruhnya dapat bersatu dengan Ruh Tuhan. Tasawuf adalah ilmu yang membahas
masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan melalui penyucian ruhnya.
B. Fungsi Tasawuf
Menyucikan diri atau tazkiyyat
an-Nafs merupakan fungsi tasawuf dimana dalam metode tazkiyyat an-Nafs metode
tentang tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seseorang dalam penycian jiwa
tersebut adalah iman dan amal shaleh. Hati perlu dibersihkan dan diasuh supaya
sentiasa tunduk kepada kehendak agama. Kehendak agama yang dimaksudkan di sini
bukan hanya semata-mata dari aspek ibadah saja tetapi mencakupi aspek agama
yang lain termasuk dalam aspek tauhid, akhlaq dan menerima tanpa keraguan apa
saja yang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya. Sehingga Tazkiyyat an-Nafs
merupakan fungsi tasawuf dalam mendekatkan diri kepada Allah dalam menyucikan
diri dan jiwa.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Hati
merupakan sasaran dan kajian dalam tasawuf, hati adalah karunia Allah Swt. yang
halus dan indah, Yang halus dan indah inilah yang menjadi hakikat kemanusiaan
dan yang mengenal dan mengetahui segala sesuatu. Dalam tasawuf peran hati dapat
meraih ilmu mengenai banyak hal dan akan menjadi suci ketika dihiasi oleh
sifat-sifat ilahiyah, cahaya iman dan hikmah sehingga hati akan menjadi cermin
yang bercahaya cemerlang dan akhirnya hati akan meraih kasyf yang membuatnya
dapat memperoleh kebenaran dan bertemu Allah Swt. Dalam tazkiyyat an-nafs juga
merupakan metode dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan cara menyucikan
jiwa melalui beberapa tahapan-tahapan dalam penyucian jiwa tersebut. Tazkkiyat
an-Nafs dalam tasawuf amat penting dalam kehidupan manusia yang mau mencari kesejahteraan hidup di dunia maupun
akhirat. Tazkkiyat an-Nafs tidak bermaksud menolak perkembangan kehidup
Buku pembanding :
Identitas Buku
Judul : Akhlak Tasawuf
Penulis : Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.
Penerbit : PT Raja Grafindo Persada Jakarta
Cetakan : Ke-9 Mei 2010
1.
Hati Nurani
Hati
nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh saluran
ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan
tidak suka kepada keburukan.
Karena sifat yang
demikian itu, maka hati nurani harus dijadikan salah satu pertimbangan dalam
melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang tidak
menyalahi hati nuraninya. Masalah hatu nurani adalah faktor dominan yang
menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki. Disinilah
letak hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani
dengan akhlak. Karenanya dalam membahas akhlak seseorang tidak dapat
meninggalakan pembahasan mengenai kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani.
2.
MA’RIFAH
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Ma’rifah
Dari
segi bahasa ma’rifah artinya pengetahuan atau pengalaman. Orang-orang sufi
mengatakan:
1.
Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya
akan tertutup, dan ketika itu yang dilihatnya hanya Alloh SWT.
2.
Ma’rifah adalah cermin, kalau seorang arif melihat kecermin itu yang akan
dilihatnya hanyalah Alloh SWT.
3. Yang dilihat orang
arif baik sewaktu tidur maupun sewaktu bangun hanyalah Alloh SWT.
4. Sekiranya ma’rifah mengambil bentuk materi,
semua orang yang melihat padanya akan mati karena tak tahan melihat kecantikan
dan keindahannya. Dan semua cahaya akan menjadi gelap disamping cahaya
keindahan yang gemilang.
B. Alat Untuk Ma’rifah
Alat
yang digunakan untuk ma’rifah telah ada pada diri manusia, yaitu qolb (hati),
karena qolb selain untuk merasa adalah juga untuk berpikir. Bedanya qolb dengan
akal adalah bahwa akal tak bisa memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang
Tuhan, sedangkan qolb bisa mengetahui hakikat dari segala yang ada, dan jika dilimpahi
cahaya Tuhan, bisa mengetahui rahasia-rahaisa Tuhan.
RELEVANSI DENGAN BIDANG
Meskipun
kita sedang belajar tentang komputer tapi sejatinya kita tidak bisa melupakan
islam yang harus terus di ingat dalam hati agar iman kita terus meningkat untuk
mengerjakan apa yang diperintah Allah swt. Dan menjahui larangan-Nya. Sehingga
kita menjadi lebih baik kedepannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar